- Kemampuan menyesuaikan konflik
Dalam kehidupan
sehari-hari, kita biasanya akan menghadapi berbagai hal. Salah satunya adalah
suatu konflik. Konflik dalam kehidupan ini biasanya terjadi karena adanya
perbedaan dan perbedaan inilah tidak dapat dihadapi dengan baik sehingga
timbullah suatu konflik. Konflik dalam kehidupan akan mereda atau menghilang
bahkan semakin memuncak tergantung dari manusia itu sendiri serta
lingkungannya. Konflik ini juga memiliki keterkaitan dengan aspek pribadi
sosial. Dalam bimbingan dan konseling inilah, cara untuk menghadapi konflik dan
lain sebagainya dapat ditemui.
Bimbingan dan
konseling dalam menghadapi suatu konflik sangat penting. Untuk itulah sebelumnya
diperlukan pemahaman mengenai konflik untuk menghadapinya. Setiap orang pasti pernah berbeda
pendapat, dan biasanya perbedaan itu akan menimbulkan konflik.
Pengertian konflik dapat berbeda
satu sama lainnya hal ini tergantung dari sudut pandangnya. Secara umum konflik
dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang
saling bertentangan. Istilah konflik berarti benturan atau tabrakan. Dengan
kata lain konflik sosial adalah benturan kepentingan, pendapat, keinginan dan
lain-lain yang melibatkan antara 2 orang atau lebih.
Lewis
Coser berpendapat
konflik bisa berarti perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat untuk
memperjuangkan nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya
yang bersifat langka pada kelompok lain. Hal tersebut dapat dolakukan dengan
cara mencederai atau melenyapkan lawan, akibatnya lawan akan member balasan
yang serupa.
Menurut Clinton F. Fink konflik adalah
hubungan fisiologis yang berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak dapat
disesuaikan dan tidak dapat dipertemukan dengan adanya struktur nilai yang
berbeda. Di dalam kehidupan sehari-hari pengertian konflik dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu konflik dalam arti negatif dan konflik dalam arti positif.
Konflik dalam arti negatif sering dihubungkan dengan kakerasan, penghancuran,
emosi yang tanpa control, hura-hura, pemogokan, dan demonstrasi. Konflik dalam
arti positif sering juga disebut persaingan sehat, dimana pihak-pihak yang
bersaing secara sadar bersifat sportif dalam mencapai suatu tujuan.
Dalam International Ensyclopedia Of
The Soial Sciences Vol.3 (halaman 236-241) diuraikan mengenai pengertian
konflik dari aspek antropologi, yaitu ditimbulkan sebagai akibat dari
persaingan antara paling tidak dua pihak. dimana setiap pihak dapat berupa
perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan, satu komonitas atau mungkin satu
lapisan kelas sosial pendukung ideologi tertentu.
Sehingga, konflik merupakan suatu gejala yang
umumnya muncul sebagai akibat dari interaksi manusia dalam hidup bermasyarakat.
Konflik akan timbul ketika terjadi persaingan baik individu maupun kelompok.
Konflik juga bisa dipicu karena adanya perbedaan pendapat antara
komponen-komponen yang ada di dalam masyarakat membuatnya saling mempertahankan
ego dan memicu timbulnya pertentangan. Bukan hanya di masyarakat konflik juga
bisa terjadi di satuan kelompok masyarakat terkecil, keluarga.
Untuk itulah terdapat faktor yang
diakibatkan oleh adanya konflik antara lain sebagai berikut :
- Perbedaan Individu. Setiap manusia di Bumi ini tidaklah sama, dalam arti memiliki pendirian, pendapat dan perasaan yang berbeda beda. oleh karena itulah perbedaan individu dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial.
- Perbedaan Kebudayaan. Antara budaya satu dengan budaya lainnya tentunya berbeda, hingga akhirnya akan terpengaruh oleh pemikiran dan budaya kelompoknya. perbedaan pemikiran atau pendirian itu pada akhirnya akan menjadi salahsatu penyebab adanya konflik sosial.
- Perbedaan Kepentingan. Setiap
manusia mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, meskipun manusia
mengerjakan hal yang sama tetapi dengan tujuan yang berbeda.
hal ini juga merupakan salahsatu faktor munculnya konflik dalam masyarakat atau sosial. - Perubahan-Perubahan Nilai yang Cepat dan Mendadak dalam Masyarakat. Perubahan suatu hal dalam masyarakat adalah sesuatu yang wajar namun bila perubahan tersebut berlangsung secara cepat maka akan menimbulkan konflik di masyarakat.
Menyelesaikan konflik tidak saja memerlukan keahlian memetakan anatomi
konflik tetapi juga kemampuan menelusuri pada tingkat mana konflik tersebut
terjadi. Apakah pada tingkat sistemik, pada tingkat manajerial, atau pada
tingkat pragmatik. Untuk menyelesaikan konflik pada tingkatan masing-masing
tadi selain memerlukan pendekatan tersendiri juga memerlukan keterampilan
manajerial yang efektif. Gambaran di bawah ini barangkali akan memudahkan
membantu untuk secara efektif menilik kecakapan dalam memfasilitasi
penyelesaian konflik.
1.Ketegangan, tekanan, dan ketidakpastian ditemukan dalam sebagian besar bentuk
kehidupan organisasi. Agar menjadi efektif, seseorang harus mampu mengatur diri
sendiri, dan waktu mereka secara efisien.
2.Terkikisnya nilai-nilai tradisional menyebabkan orang bingung terhadap
keyakinan dan nilai-nilai pribadinya. Untuk menjadi taat asas, dan demi
keuntungan semua pihak, setiap orang harus mampu melihat nilai-nilai pribadinya
sendiri secara jelas.
3.Dengan ruang lingkup pilihan yang luas, yang akan merupakan dasar
perencanaan, setiap orang harus mengenali dengan jelas tujuan maupun sasaran
pribadi mereka.
4.Sistem organisasi saja tidak dapat memberikan peluang belajar, yang
diperlukan orang dewasa ini ialah bagaimana mereka masing-masing bertanggung
jawab atas usaha terus-menerus dalam meningkatkan pertumbuhan pribadi dan
profesional mereka.
5.Karena masalah kehidupan menjadi semakin kompleks, sumberdaya kerap kali
kurang tersedia. Kemampuan untuk menyelesaikan konflik dengan cepat dan efektif
merupakan kemampuan manajerial yang penting.
6.Menghadapi perubahan tuntutan dan tekanan, gagasan baru dan inovasi
terus-menerus sangatlah penting. Setiap individu harus mampu memanfaatkan
peluang, bersikap kreatif, dan mengelola inovasi.
7.Pergeseran dalam hubungan hirarkis tradisional menuntut kemampuan dalam
memimpin orang lain tanpa harus berlindung pada wewenang langsung, profesi,
identitas, atau status sosial tertentu.
8.Banyak gaya, model, dan metode manajemen tradisional tidak mencukupi atau
diterima lagi. Seseorang, dengan demikian perlu mengembangkan gaya manajerial
baru dan yang lebih signifikan serta sikap yang berbeda terhadap perkembangan
jaman.
9.Meningkatnya konflik dan kesulitan mengelolanya menuntut agar seseorang
menjadi lebih mampu dalam menggunakan sumberdaya yang ada untuk dikelola secara
efektif.
10.Kebutuhan akan kemampuan menyesuaikan
diri dan efisien pada setiap tingkat organisasi menuntut tokoh masyarakat dan
para agen pe rubahan untuk melatih orang dalam teknik dan praktek baru
manajemen.
11.Masalah yang kompleks semakin menuntut
usaha terpadu dari pihak-pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi untuk membantu
mencari pemecahannya. Para tokoh masyarakat dan agen perubahan harus mampu
membentuk dan mengembangkan tim yang dengan cepat menjadi terandalkan dan mampu
menyelesaikan konflik.
Kesebelas faktor di atas tadi merupakan
jawaban kunci jika seseorang hendak memposisikan diri sebagai fasilitator, atau
mediator dalam penyelesian konflik.
Sedangkan, menurut Rudi Widiyanto,
M.Psi, Psikolog, “dalam hidup ada empat tipe konflik, yaitu intrapersonal,
interpersonal, intergrup, dan organisasi. Intrapersonal adalah konflik dengan
diri sendiri. Lalu interpersonal adalah konflik antarindividu dalam satu kelompok.
Sedangkan intergrup adalah konflik antarkelompok. Dan organisasi adalah konflik
di dalam sebuah organisasi. Usai mengenalkan tipe konflik, terdapat lima cara,
yaitu:
- Avoiding. Cara ini dilakukan dengan keluar dari forum tersebut karena tidak terjadi kesepakatan, atau biasa dikenal dengan walk out.
- Competing. Orang yang mengambil langkah dengan cara ini, biasanya tidak melakukan apapun terhadap konflik tersebut. Ia hanya pasrah kepada Tuhan akan apa yang terjadi.
- Accommodating. Penguasaan konflik dengan cara ini dilakukan dengan mempersilahkan orang lain untuk memenangkan perbedaan pendapat atau situasi ketika konflik terjadi.
- Collaborating. Orang yang menyelesaikan konflik dengan cara memenangkan pihak lain, tapi ia sendiri pun tidak mau berada di posisi paling bawah.
- Compromising. Konflik ini diselesaikan dengan cara mengubah hal negatif menjadi positif.
Sedangkan, tips-tips agar peserta dapat menerapkan
resolusi konflik dalam kehidupan sehari, seperti yang dijabarkan di bawah ini:
- Bayangkan diri Anda menjadi orang lain, apa yang Anda inginkan ketika menjadi orang itu.
- Jangan menyalahkan orang lain ketika terjadi suatu konflik.
- Jangan menginterupsi orang lain jika ingin berbicara, tunggu sampai ia selesai.
- Jangan melakukan hal yang bersifat negatif seperti teriak atau marah.
- Jika tidak nyaman dalam suatu situasi, lebih baik hentikan atau keluar dari situasi itu.
- Jika belum ada kesepakatan dalam suatu situasi, bisa dilanjutkan lagi esok harinya.
- Tanyakan keinginan orang lain, dengan begitu Anda akan menemukan win win solution.”
Selanjutnya,
langkah-langkah dalam memecahkan konflik sebagaimana tertuang dalam empat poin
berikut:
- Pisahkan orang dari masalah Anda. Jangan menyalahkan orang lain untuk masalah Anda.
- Fokus pada kepentingan, bukan pada posisi Anda. Tanyakan kepada mereka “mengapa”, dengan memasukkan diri Anda dalam sudut mereka.
- Temukan pilihan untuk pencapaian yang sama dengan cara brainstorm ide.
- Gunakan kriteria obyektif dan standar yang umum.
Menurut
saya, setelah mengetahui berbagai hal mengenai konflik tersebut kita dapat
memberikan gambaran bahwa dalam menyelesaikan konflik diperlukan perhatian dan
dukungan tersendiri. Yakni, antara pemeran konflik perlu untuk saling memahami
keinginan masing-masing sehingga dicarilah solusinya. Konflik akan mereda
apabila pemeran saling memahami atau salah satu pihak mengerti dan mencapai
solusi sehingga terjadilah kesepakatan. Akan tetapi, konflik akan semakin
berkembang, apabila para pemeran tidak mau mengalah. Selain dari itu,
fasilitator pun dapat mempengaruhi konflik itu sendiri.
Kemampuan
untuk menyesuaikan konflik pun dapat dikembangkan. Kemampuan ini dapat
diperoleh dengan membiasakan diri terhadap konflik itu sendiri. Dengan
menghadapi konflik itu saja merupakan salah satu sikap penyesuaian. Bukan
dengan lari konflik. Untuk selanjutnya, kita perlu untuk memahami kebutuhan dan
keinginan dalam menyikapi konflik itu sendiri. Sehingga, tercapailah
penyesuaian serta solusi penyelesaian konflik. Serta dengan dukungan dan
berbagai pengetahuan seperti yang diatas dapat menjadi acuan untuk meningkatkan
kemampuan tersebut.
Sumber dari:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar