Lembar menu

Sabtu, 05 Juli 2014

Tujuan Bimbingan Dan Konseling Dalam Aspek Pribadi Sosial


  • Kemampuan menyesuaikan konflik


Dalam kehidupan sehari-hari, kita biasanya akan menghadapi berbagai hal. Salah satunya adalah suatu konflik. Konflik dalam kehidupan ini biasanya terjadi karena adanya perbedaan dan perbedaan inilah tidak dapat dihadapi dengan baik sehingga timbullah suatu konflik. Konflik dalam kehidupan akan mereda atau menghilang bahkan semakin memuncak tergantung dari manusia itu sendiri serta lingkungannya. Konflik ini juga memiliki keterkaitan dengan aspek pribadi sosial. Dalam bimbingan dan konseling inilah, cara untuk menghadapi konflik dan lain sebagainya dapat ditemui.

Bimbingan dan konseling dalam menghadapi suatu konflik sangat penting. Untuk itulah sebelumnya diperlukan pemahaman mengenai konflik untuk menghadapinya. Setiap orang pasti pernah berbeda pendapat, dan biasanya perbedaan itu akan menimbulkan konflik.

Pengertian konflik dapat berbeda satu sama lainnya hal ini tergantung dari sudut pandangnya. Secara umum konflik dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Istilah konflik berarti benturan atau tabrakan. Dengan kata lain konflik sosial adalah benturan kepentingan, pendapat, keinginan dan lain-lain yang melibatkan antara 2 orang atau lebih.

Lewis Coser berpendapat konflik bisa berarti perjuangan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat untuk memperjuangkan nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka pada kelompok lain. Hal tersebut dapat dolakukan dengan cara mencederai atau melenyapkan lawan, akibatnya lawan akan member balasan yang serupa.

Menurut Clinton F. Fink konflik adalah hubungan fisiologis yang berkaitan dengan tujuan-tujuan yang tidak dapat disesuaikan dan tidak dapat dipertemukan dengan adanya struktur nilai yang berbeda. Di dalam kehidupan sehari-hari pengertian konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konflik dalam arti negatif dan konflik dalam arti positif. Konflik dalam arti negatif sering dihubungkan dengan kakerasan, penghancuran, emosi yang tanpa control, hura-hura, pemogokan, dan demonstrasi. Konflik dalam arti positif sering juga disebut persaingan sehat, dimana pihak-pihak yang bersaing secara sadar bersifat sportif dalam mencapai suatu tujuan.

Dalam International Ensyclopedia Of The Soial Sciences Vol.3 (halaman 236-241) diuraikan mengenai pengertian konflik dari aspek antropologi, yaitu ditimbulkan sebagai akibat dari persaingan antara paling tidak dua pihak. dimana setiap pihak dapat berupa perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan, satu komonitas atau mungkin satu lapisan kelas sosial pendukung ideologi tertentu.

Sehingga, konflik merupakan suatu gejala yang umumnya muncul sebagai akibat dari interaksi manusia dalam hidup bermasyarakat. Konflik akan timbul ketika terjadi persaingan baik individu maupun kelompok. Konflik juga bisa dipicu karena adanya perbedaan pendapat antara komponen-komponen yang ada di dalam masyarakat membuatnya saling mempertahankan ego dan memicu timbulnya pertentangan. Bukan hanya di masyarakat konflik juga bisa terjadi di satuan kelompok masyarakat terkecil, keluarga.

Untuk itulah terdapat faktor yang diakibatkan oleh adanya konflik antara lain sebagai berikut :
  • Perbedaan Individu. Setiap manusia di Bumi ini tidaklah sama, dalam arti memiliki pendirian, pendapat dan perasaan yang berbeda beda. oleh karena itulah perbedaan individu dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial.
  • Perbedaan Kebudayaan. Antara budaya satu dengan budaya lainnya tentunya berbeda, hingga akhirnya akan terpengaruh oleh pemikiran dan budaya kelompoknya. perbedaan pemikiran atau pendirian itu pada akhirnya akan menjadi salahsatu penyebab adanya konflik sosial.
  • Perbedaan Kepentingan. Setiap manusia mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, meskipun manusia mengerjakan hal yang sama tetapi dengan tujuan yang berbeda.
    hal ini juga merupakan salahsatu faktor munculnya konflik dalam masyarakat atau sosial.
  • Perubahan-Perubahan Nilai yang Cepat dan Mendadak dalam Masyarakat. Perubahan suatu hal dalam masyarakat adalah sesuatu yang wajar namun bila perubahan tersebut berlangsung secara cepat maka akan menimbulkan konflik di masyarakat.
Menyelesaikan konflik tidak saja memerlukan keahlian memetakan anatomi konflik tetapi juga kemampuan menelusuri pada tingkat mana konflik tersebut terjadi. Apakah pada tingkat sistemik, pada tingkat manajerial, atau pada tingkat pragmatik. Untuk menyelesaikan konflik pada tingkatan masing-masing tadi selain memerlukan pendekatan tersendiri juga memerlukan keterampilan manajerial yang efektif. Gambaran di bawah ini barangkali akan memudahkan membantu untuk secara efektif menilik kecakapan dalam memfasilitasi penyelesaian konflik.

1.Ketegangan, tekanan, dan ketidakpastian ditemukan dalam sebagian besar bentuk kehidupan organisasi. Agar menjadi efektif, seseorang harus mampu mengatur diri sendiri, dan waktu mereka secara efisien.
2.Terkikisnya nilai-nilai tradisional menyebabkan orang bingung terhadap keyakinan dan nilai-nilai pribadinya. Untuk menjadi taat asas, dan demi keuntungan semua pihak, setiap orang harus mampu melihat nilai-nilai pribadinya sendiri secara jelas.
3.Dengan ruang lingkup pilihan yang luas, yang akan merupakan dasar perencanaan, setiap orang harus mengenali dengan jelas tujuan maupun sasaran pribadi mereka.
4.Sistem organisasi saja tidak dapat memberikan peluang belajar, yang diperlukan orang dewasa ini ialah bagaimana mereka masing-masing bertanggung jawab atas usaha terus-menerus dalam meningkatkan pertumbuhan pribadi dan profesional mereka.
5.Karena masalah kehidupan menjadi semakin kompleks, sumberdaya kerap kali kurang tersedia. Kemampuan untuk menyelesaikan konflik dengan cepat dan efektif merupakan kemampuan manajerial yang penting.
6.Menghadapi perubahan tuntutan dan tekanan, gagasan baru dan inovasi terus-menerus sangatlah penting. Setiap individu harus mampu memanfaatkan peluang, bersikap kreatif, dan mengelola inovasi.
7.Pergeseran dalam hubungan hirarkis tradisional menuntut kemampuan dalam memimpin orang lain tanpa harus berlindung pada wewenang langsung, profesi, identitas, atau status sosial tertentu.
8.Banyak gaya, model, dan metode manajemen tradisional tidak mencukupi atau diterima lagi. Seseorang, dengan demikian perlu mengembangkan gaya manajerial baru dan yang lebih signifikan serta sikap yang berbeda terhadap perkembangan jaman.
9.Meningkatnya konflik dan kesulitan mengelolanya menuntut agar seseorang menjadi lebih mampu dalam menggunakan sumberdaya yang ada untuk dikelola secara efektif.
10.Kebutuhan akan kemampuan menyesuaikan diri dan efisien pada setiap tingkat organisasi menuntut tokoh masyarakat dan para agen pe rubahan untuk melatih orang dalam teknik dan praktek baru manajemen.
11.Masalah yang kompleks semakin menuntut usaha terpadu dari pihak-pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi untuk membantu mencari pemecahannya. Para tokoh masyarakat dan agen perubahan harus mampu membentuk dan mengembangkan tim yang dengan cepat menjadi terandalkan dan mampu menyelesaikan konflik.
Kesebelas faktor di atas tadi merupakan jawaban kunci jika seseorang hendak memposisikan diri sebagai fasilitator, atau mediator dalam penyelesian konflik.
 Sedangkan, menurut Rudi Widiyanto, M.Psi, Psikolog, “dalam hidup ada empat tipe konflik, yaitu intrapersonal, interpersonal, intergrup, dan organisasi. Intrapersonal adalah konflik dengan diri sendiri. Lalu interpersonal adalah konflik antarindividu dalam satu kelompok. Sedangkan intergrup adalah konflik antarkelompok. Dan organisasi adalah konflik di dalam sebuah organisasi. Usai mengenalkan tipe konflik, terdapat lima cara, yaitu:

  •  AvoidingCara ini dilakukan dengan keluar dari forum tersebut karena tidak terjadi kesepakatan, atau biasa dikenal dengan walk out.
  •  CompetingOrang yang mengambil langkah dengan cara ini, biasanya tidak melakukan apapun terhadap konflik tersebut. Ia hanya pasrah kepada Tuhan akan apa yang terjadi.
  •  Accommodating. Penguasaan konflik dengan cara ini dilakukan dengan mempersilahkan orang lain untuk memenangkan perbedaan pendapat atau situasi ketika konflik terjadi.
  •  Collaborating. Orang yang menyelesaikan konflik dengan cara memenangkan pihak lain, tapi ia sendiri pun tidak mau berada di posisi paling bawah.
  • Compromising. Konflik ini diselesaikan dengan cara mengubah hal negatif menjadi positif.

Sedangkan,  tips-tips agar peserta dapat menerapkan resolusi konflik dalam kehidupan sehari, seperti yang dijabarkan di bawah ini:

  •  Bayangkan diri Anda menjadi orang lain, apa yang Anda inginkan ketika menjadi orang itu.
  •  Jangan menyalahkan orang lain ketika terjadi suatu konflik.
  •  Jangan menginterupsi orang lain jika ingin berbicara, tunggu sampai ia selesai.
  •  Jangan melakukan hal yang bersifat negatif seperti teriak atau marah.
  •  Jika tidak nyaman dalam suatu situasi, lebih baik hentikan atau keluar dari situasi itu.
  •  Jika belum ada kesepakatan dalam suatu situasi, bisa dilanjutkan lagi esok harinya.
  •  Tanyakan keinginan orang lain, dengan begitu Anda akan menemukan win win solution.”

Selanjutnya, langkah-langkah dalam memecahkan konflik sebagaimana tertuang dalam empat poin berikut:

  • Pisahkan orang dari masalah Anda. Jangan menyalahkan orang lain untuk masalah Anda.
  • Fokus pada kepentingan, bukan pada posisi Anda. Tanyakan kepada mereka “mengapa”, dengan memasukkan diri Anda dalam sudut mereka.
  •  Temukan pilihan untuk pencapaian yang sama dengan cara brainstorm ide.
  •  Gunakan kriteria obyektif dan standar yang umum.

Menurut saya, setelah mengetahui berbagai hal mengenai konflik tersebut kita dapat memberikan gambaran bahwa dalam menyelesaikan konflik diperlukan perhatian dan dukungan tersendiri. Yakni, antara pemeran konflik perlu untuk saling memahami keinginan masing-masing sehingga dicarilah solusinya. Konflik akan mereda apabila pemeran saling memahami atau salah satu pihak mengerti dan mencapai solusi sehingga terjadilah kesepakatan. Akan tetapi, konflik akan semakin berkembang, apabila para pemeran tidak mau mengalah. Selain dari itu, fasilitator pun dapat mempengaruhi konflik itu sendiri.
Kemampuan untuk menyesuaikan konflik pun dapat dikembangkan. Kemampuan ini dapat diperoleh dengan membiasakan diri terhadap konflik itu sendiri. Dengan menghadapi konflik itu saja merupakan salah satu sikap penyesuaian. Bukan dengan lari konflik. Untuk selanjutnya, kita perlu untuk memahami kebutuhan dan keinginan dalam menyikapi konflik itu sendiri. Sehingga, tercapailah penyesuaian serta solusi penyelesaian konflik. Serta dengan dukungan dan berbagai pengetahuan seperti yang diatas dapat menjadi acuan untuk meningkatkan kemampuan tersebut.

Sumber dari:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar