Lembar menu

Sabtu, 05 Juli 2014

Pandangan Guru Terhadap Peserta Didik Berdasarkan Konsep Bimbingan dan Konseling



Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem pengelolaan yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Untuk itu diperlukan guru pembimbing yang profesional dalam mengelola kegiatan Bimbingan Konseling berbasis kompetensi di sekolah dasar.

Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran.

Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:

1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
 
2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
 
3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
 
4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
 
5. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
 
6. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
 
7. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
 
8. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
 
9. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

Lebih lanjutnya, mestinya sebagai langkah awal untuk memahami konsep bimbingan dan konseling sesungguhnya, para guru bisa lebih dulu bersikap empatik (empathy) sehingga mampu menyelami dunia para siswanya yang masih berusia remaja dengan berbagai problemnya. Setelah mereka berhasil “mengambil hati” siswa melalui empati, langkah selanjutnya adalah berusaha mengembangkan komunikasi interpersonal lainnya yang ditandai dengan sikap kesetaraan (equality), sikap positif (possitiveness), keterbukaan (openness), dan sikap mendukung (supportiveness) agar lebih memahami permasalahan siswa yang tersembunyi di balik perilaku luaran-nya yang memang menantang kesabaran para guru yang bijak.

Sumber:


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar