Secara etimologis, psikologi berasal
dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu.
Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau
ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat
ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan
psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena
jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara
langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi
ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari
jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Psikologi terbagi ke dalam dua
bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku
pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi
khusus, diantaranya :
- Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
- Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
- Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
- Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
- Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
- Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi
yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya,
bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan
perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :
- Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
- Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
- Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Dengan demikian, psikologi
pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara
khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan
tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi
berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu,
dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan memang tidak bisa
dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah
besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti
pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan
Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang
di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan
yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik,
adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar
tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang
yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang
perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya
sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya
dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku
orang-orang yang terkait dengan tugasnya,–terutama perilaku peserta didik
dengan segala aspeknya–, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara
efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian
tujuan pendidikan di sekolah.
Di sinilah arti penting Psikologi
Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan
salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik.
Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang
perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang
erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”.
Dengan memahami psikologi
pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya
diharapkan dapat :
1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan
dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki
sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan
pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan
teori-teori perkembangan individu.
2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang
sesuai.
Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai
diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat
dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu,
jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami
siswanya.
3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan
konseling.
Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan
pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami
psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan
psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang
penuh kehangatan dan keakraban.
4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.
Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan
segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat.
Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa
untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa
pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami
kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar
siswanya.
5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim
belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai
memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di
dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan
memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh
empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.
7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.
Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat
mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil,
baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun
menentukan hasil-hasil penilaian.
Sementara
itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukan dua peran
utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan keteraturan (establishing
order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating learning).
Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait langsung atau
tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak tempat duduk,
disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan sesamanya,
interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk setiap sesi
mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan belajar, prosedur
dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan belajar, dan
lain-lain.
Sejalan
dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa
melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru
harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta
didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling
well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh,
berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru
bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru
tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia
akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan
baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi
tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan
proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang
dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham
penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya,
sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek
pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru
mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil
penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang
bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Sumber:
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar