Lembar menu

Sabtu, 12 Oktober 2013

Tinjauan Sikap Anak Membolos Sekolah Berdasarkan Landasan Yuridis Pendidikan



Artikel                                                                                                         08 Jan 2009

Menyikapi Anak Bolos Sekolah

JAKARTA-- Pemandangan anak-anak yang membolos dari sekolah pada jam pelajaran tampaknya tak asing lagi. Seperti terlihat di sebuah warung internet (warnet) pada pukul 10.00 di kawasan timur Jakarta yang penuh dengan anak-anak usia sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP).

Sebagian anak melepaskan seragam sekolah mereka, tampak asyik bermain game online. Tangan dan mata mereka tidak lepas-lepas dari layar dan keyboard komputer.
MENARIK: Siswa perlu diajak dalam kegiatan belajar mengajar yang menarik minat, sehingga dapat menekan angka membolos

Salah seorang siswa kelas 4 SD, Adi mengaku bermain game online diwarnet karena masuk siang. Hal serupa dinyatakan oleh Rizal teman sekelas Adi. "Masuk siang, jadi main game dulu," ungkap Rizal.

Sebagai pengisi waktu luang rasanya bermain game di warnet tidak tepat. Apalagi jika bermain game di warnet sampai harus bolos seperti yang dilakukan Evin dan Taufik siswa kelas 3 SMP di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

"Habis bete di sekolah. Tidak enak," kata Evin. Sungguh mengagetkan bukan? Bahkan ketika ditanya tidak takut dimarahi orang tua karena membolos, dengan entengnya mereka menjawab, "Kan tidak ketahuan".

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi mengatakan kebiasaan anak menghabiskan waktu luang atau membolos saat jam sekolah salah satunya disebabkan karena pelajaran atau kegiatan di sekolah tidak menarik.

"Kalau diperhatikan, anak-anak akan berteriak bahagia ketika mendengar bel istirahat atau bel pulang sekolah," ungkap Kak Seto, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Lebih lanjut Kak Seto mengatakan, para akedimisi seharusnya lebih memperhatikan kegiatan yang menarik di sekolah sehingga perhatian anak akan fokus pada kegiatan positif di sekolah.

Dia menunjuk, sekolah negeri dan perangkatna yang masih kurang maksimal dalam mengajar kreatif. Bahkan Kak Seto menegaskan, belajar bukanlah kewajiban melainkan hak anak.

"Banyak guru yang tidak melihat proses kreativitas anak. Padahal tipe kecerdasan dan gaya belajar anak yang satu dengan yang lainnya berbeda, tapi semuanya disama ratakan. Ini yang membuat anak tidak betah ada di ruang kelas," paparnya.

Bermain game di komputer dengan waktu yang lama mengakibatkan anak menjadi pribadi yang tidak peduli dengan lingkungan. Hal tersebut disampaikan oleh sekretaris jenderal Yayasan Cinta Anak Bangsa, Iskandar Hukom.

"Anak-anak terpaku pada layar monitor, kehidupan sosial mereka terganggu karena mereka sibuk dengan permainan yang ada di komputer," ungkap Iskandar Hukom.

Dampak yang timbul akibat kebiasaan anak bermain game di komputer dalam waktu yang lama bukan saja mengganggu aktivitas belajar mereka tapi juga mereka tidak memiliki fighting spirit. Menurut Iskandar Hukom keadaan ini disebabkan kebutuhan anak bertarung sudah dipenuhi dengan bermain game.  "Mereka jadi tidak punya sifat kompetitif dan tantangannya nol," imbuhnya.

Perlu Perhatian Orang Tua

Untuk meghindari hal-hal yang buruk dimungkinkan dari kegiatan membolos, Kak Seto menekankan pada sistem pendidikan yang harus bisa melihat dan memproses kecerdasan masing-masing anak. "Kecerdasan anak berbeda, sehingga pendekatannya pun berbeda," kata Kak Seto.

Dia menuturkan, alternatif home schooling merupakan salah satu pilihan agar anak dapat berkembang sesuai kemampuan yang dimiliki dan kegiatan belajar menjadi hal yang menarik. "Pengalaman saya anak-anak yang home schooling merasa senang dengan belajar. Ketika ditanya apa yang mereka gemari, jawabannya adalah belajar," imbuhnya.

Kak Seto juga menekankan akan kebutuhan anak memiliki lahan bermain yang luas dan terbuka. Dia menyayangkan sudah sangat sedikit sekali lahan terbuka untuk bermain. Padahal dengan bermain di lahan terbuka pikiran dan tubuh mereka akan lebih fresh. Selain itu kegiatan sosial dan solidaritas mereka dapat terbangun.

Iskandar Hukom mengamini hal tersebut. Menurutnya dengan bermain game di komputer berlama-lama fisik anak akan terganggu.

"Mata mereka harus menatap layar komputer berjam-jam, selain itu mereka juga tidak ada pergerakan," ungkapnya. Oleh karena itu penyediaan lahan terbuka memang sangat dibutuhkan agar anak bisa bermain dengan cara yang menyenangkan tapi juga memiliki dampak yang positif.

Lebih lanjut dia mengatakan kontrol orang tua harus lebih ditingkatkan. Menurutnya orang tua harus punya aturan yang tegas.

"Saya tidak pernah meletakkan komputer di dalam kamar anak-anak, biar saya bisa mengontrol apa yang mereka lakukan dengan komputer. Selain itu saya tidak memperbolehkan mereka membeli kaset-kaset game apalagi yang berunsur kekerasan," paparnya. (cr1/ri)

Sumber:



Tinjauan Berdasarkan Landasan Yuridis Pendidikan
Berdasarkan materi-materi Bab Landasan Yuridis Pendidikan (Drs. Dharma Kesuma M.Pd., Dra. Hj. Ani Hendriyani M.Pd.;217), yakni antara lain
            Dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia sebagaimana dideskripsikan oleh perundang-undangan yang bersifat pokok tentang pendidikan Indonesia saat ini. Isi ringkasannya antara lain, Cita-Cita Pendidikan, Penyelanggara, Sistem Pendidikan Nasional, Standar Nasional Pendidikan, dan Guru Sebagai Pendidik Profesional.
            Dalam cita-cita pendidikan, landasan yuridisnya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa (UUD 1945, Pembukaan, alinea ke empat). Penyelenggara adalah “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang” (Pasal 31 ayat (3) UUD 1945). Kemudian dalam Sistem Pendidikan Nasional terdapat 10 cakupan meliputi: definisi pendidikan; definisi pendidikan nasional; dasar, visi, misi fungsi, tujuan dll; hak dan kewajiban warga negara; jalur, jenjang, jenis dan satuan pendidikan; pendidikan usia dini dll; kurikulum, bahasa pengantar dll; sarana dan prasarana dll; serta evaluasi, akreditasi, sertifikasi dan standar nasional pendidikan. Kemudian, Standar Nasional Pendidikan yang meliputi TK/RA,  pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dan Guru sebagai Pendidik Profesional yang diatur dalam UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Untuk itu kesimpulan tinjauan yang dapat diambil jika mengambil permasalahan seperti membolos sekolah ini adalah
Sesuai dengan ringkasan materi yang diatas, Pemerintah telah mengatur segala sesuatu terhadap pendidikan untuk mencapai tujuan bangsa. Namun, ternyata dalam pelaksanaannya, tidakkanlah mudah jika tidak didukung rakyat Indonesia sendiri. Berbagai permasalahan pun terjadi. Dapat diambil contoh saja permasalahan membolos sekolah.
Berbagai cakupan perundang-undangan yang telah disusun agar dapat mencapai tujuan pendidikan ini telah disesuaikan dengan tugas perkembangan peserta didik dan pendidik. Kemudian hal inilah yang perlu diterapkan dengan baik oleh peserta didik dan pendidik. Sehingga, membolos sekolah ini merupakan pelanggaran yang terangkum dalam perundang-undangan tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia yang mencakup sifat-sifat pokok pendidikan Indonesia ini.
Bahkan, dalam Pembukaan UUD 1945 tepatnya alinea keempat, Pemerintah Indonesia pada saat itu telah merumuskan beberapa point mengenai tujuan bangsa Indonesia. Khususnya mengenai mencerdaskan bangsa dalam bidang pendidikan. Hal ini pun diatur dalam undang-undang yang dijelaskan dalam Pasal 31 ayat (3) UUD 1945.
Kemudian, pada Pasal 1 ayat 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 yang menjelaskan tentang definisi pendidikan. Yakni, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara.
Pemerintah RI telah merumuskan dalam Undang-Undang untuk segala sesuatu yang menyangkut pendidikan. Hal ini sebagai upaya untuk turut ambil bagian menuju kehidupan bangsa yang lebih baik . Berbagai visi, misi, strategi dll pendidikan  telah cukup dijelaskan dalam Undang-Undang yang berlaku. Untuk itulah warga negara perlu untuk melaksanakan atau mentaati saat itu . namun, karena kerurangan itulah banyak terdapat penyimpangan. Berbagai pelanggaran pun terjadi karena tidak mentaati UU tersebut.
Membolos sekolah merupakan salah satu bentuk pelanggaran yang telah nyata terjadi di Indonesia. Hal ini terjadi sebagai salah satu kurangnya pemahaman mengenai besarnya manfaat belajar. Indonesia pun telah berusaha mengatasi atau memperbaiki hal ini. Dengan cara mengadakan dan menyusun UU yang bagian-bagiannya khusus mengenai pendidikan yang kemudian akan terhubung dengan tindakan membolos tersebut.
Misalkannya saja dalam Pasal 31 ayat (1) UUD 1994 mengenai hak warga negara berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Sehingga, dengan salah satu pasal inillah mengindikasikan bahwa membolos sekolah salah satu pelanggaran khususnya hak warga negara dalam menerapkan perundang-undangan.
Kemudian, masih banyak hal lainnya dimana membolos sekolah merupakan suatu pelanggaran. Untuk itu penerapan perundang-undangan yang baik dapat mencegah tindakan pelanggaran ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar