Lembar menu

Selasa, 15 Juli 2014

MULTIKULTURALISME



Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Pengertian multikulturalisme menurut beberapa ahli
  • “Multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007).
  • Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society, then is one that includes several cultural communities with their overlapping but none the less distinc conception of the world, system of [meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and practices”; Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007).
  • Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174).
  • Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).
  • Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho’ Muzhar).
Menurut Parekh (1997:183-185) membedakan lima macam multikulturalisme (Azra, 2007, meringkas uraian Parekh), yaitu sebagai berikut:
  1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
  2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.
  3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
  4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
  5. Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.
Kemudian, terdapat istilah ‘masyarakat multikultural’. Adapun pengertian masyarakat multikultural menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
·         J.S. Furnivall Menyatakan bahwa masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri, tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan politik.
·         Clifford Geertz menyatakan bawah masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang terbagi ke dalam subsistem yang lebih kurang berdiri dan masing-masing subsistem terikat oleh ikatan primordial.
·         J.Nasikun menyatakan bahwa suatu masyarakat multikultural bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara struktural memiliki subkebudayaan yg bersifat deverse yang di tandai oleh kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem nilai dari kesatuan sosial, serta sering munculnya konflik sosial.

Adapun ciri-ciri dari masyarakat multikultural adalah sebagai berikut.
  1. Memiliki lebih dari subkebudayaan.
  2. Membentuk sebuah struktur sosial.
  3. Membagi masyarakat menjadi dua pihak, yaitu pihak yang mendominasi dan yang terdominasi.
  4. Rentan terhadap konflik sosial.
Dalam multikultural akan dijumpai perbedaan-perbedaan yang merupakan bentuk keanegaragaman seperti budaya, ras suku, agama. Dalam masyarakat multikultural tidak mengenal perbedaan hak dan kewajiban antara kelompok minoritas dengan mayoritas baik secara hukum maupun sosial.


Sumber :
Zulaicha, Ari. 2013. ‘Multikulturalisme’. From: http://ari_zulaicha-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-72568-Sosiologi-Multikulturalisme.html#ixzz2wSoIMTXI (diakses pada tanggal 19 Maret 2014 21.22 WIB)

Pendidikan Inklusif di Indonesia Masih Kurang

Pendidikan Inklusi secara kesimpulan merupakan penerapan pendidikan secara bersama-sama antara peserta didik yang sehat jasmani dan rohani dengan peserta didik yang memiliki kekurangan tersebut. Pendidikan Inklusi ini sebagai wujud perhatian terhadap permasalahan hak mendapatkan pendidikan dan kehidupan layak secara merata bagi tiap anak ataupun warga negara. Setiap bagian-bagian yang terdidik akan disampaikan secara merata oleh guru sebagai fasilitator, meskipun dengan cara berbeda. Sehingga, terciptalah hubungan yang harmonis antara setiap pendidikan dan peserta didik.



Berbagai kelebihan dalam pendidikan inklusi menjadikan metode pendidikan ini penting untuk dapat terwujud, antara lain:
  • Memberikan hak mendapatkan pendidikan bagi setiap anak
  • Memberikan manfaat moral bagi peserta didik maupun pendidik
  • Memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk berkembang
  • Mengupayakan pemerataan penerimaan pendidikan.
Namun, pendidikan inklusif pun memiliki kekurangan-kekurangan tersendiri daripada pendidikan lainnya, yaitu:
  • Dapat memungkinkan untuk melakukan pelatihan khusus terhadap pendidik untuk menunjang pendidikan inklusif ini.
  • Perlunya penyuluhan akan penerapan pendidikan inklusif ini terhadap berbagai pihak terkait (hal ini dikarenakan masih kurangnya kepercayaan masyarakat akan hadirnya pendidikan ini).
  • Penyediaan sarana dan prasarana tambahan sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Begitupun dengan penerapan pendidikan inklusif ini di Indonesia. Indonesia dengan berbagai macam perbedaanya tersebut, perlu mengadakan pendidikan inklusif ini. Dan alhamdulilah hal tersebut telah terwujud. Namun, penerapannya ternyata masih di rasa kurang. Hal ini terbukti dengan hanya sedikit instansi-instansi pendidikan yang menerima penerapan pendidikan ini. Dengan berbagai alasan diterapkan pun terjadi, sehingga secara logis mampu menhindari pendidikan ini. Yang kemudian imbasnya diserahkan kembali kepada pemerintah dan instansi pendidikan yang khusus menangani hal tersebut. Begitupun dengan masyarakat yang masih kurangnya kepercayaan terhadap pendidikan ini, sehingga pendidikan inklusif ini pun dirasa awam untuk diikuti.

Namun, terlepas dari itu semua pendidikan inklusif tetaplah dapat menjadi pilihan yang baik. Tinggal bagaimana pendidikan ini dapat terus berkembang menjadi lebih baik lagi. dan hal ini pun perlu didukung dari pemerintah sendiri maupun masyarakat. 

Senin, 07 Juli 2014

Machiya, Arsitektur Jepang


Arsitektur Jepang atau sering dikenal juga dengan Machiya ini merupakan salah satu bentuk arsitektur yang unik sehingga menarik untuk dibahas. Di Jepang sendiri, Machiya yang masih banyak dipertahankan yakni, di daerah Kyoto. Namun karena berbagai bencana alam yang terjadi, banyak bangunan yang mengalami kerusakan. Sedangkan, di Indonesia atau tempat lainnya, umumnya menggunakan konsep arsitektur Jepang untuk bagian komersil misalnya membangun resto. Namun, tidak sedikit pula menggunakannya sebagai suatu konsep huniannya.

Salah satu ciri utama arsitektur jepang adalah dominan kayu.Namun dewasa ini, banyak pula berkembang dari rumah tradisional ke gaya modern. Desain rumah bergaya kontemporer Jepang ini masih menggunakan material kayu dikarenakan dapat memberi kesan natural.



Mengenal lebih dalam mengenai arsitektur Jepang pun dapat ditemukan keunikannya sendiri dalam segi interiornya. Seperti adanya "Washitsu". Washitsu sendiri merupakan ruang yang beralaskan tatami dalam bangunan tradisional Jepang. Ukuran ruangan juga bisa diketahui lewat jumlah tatami yang digunakan. Tatami adalah semacam tikar yang berasal dari Jepang yang dibuat secara tradisional. Tatami dibuat dari jerami yang sudah ditenun, namun saat ini banyak Tatami dibuat dari Styrofoam. Tatami sendiri mulai popular di abad ke-17.



Rumah desain Jepang ini memang tergolong unik karena, setiap ruang bisa menjadi ruang tamu, ruang makan, belajar hingga kamar tidur. Itulah sebabnya barang-barang yang digunakan lebih cenderung portable dan umumnya disimpan dalam Oshiire (Oshiire sendiri merupakan ruang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan).

Washitsu dapat alih fungsi menjadi ruang belajar jika terdapat meja. Sementara Washitsu juga dapat menjadi kamar tidur jika diletakkan matras tidur (biasa disebut dengan futon). Selain mengenal sisi ruang lewat Watshitsu, terdapat pula sekat pada ruang atau pintu yaitu Fusuma dan Shoji. Perbedaan antara fusuma dan shoji adalah fusuma tidak dapat ditembus cahaya sedangkan shoji dapat ditembus cahaya.

Hal ini pulalah dapat menjadi acuan untuk memilih gaya arsitektur negeri matahari terbit tersebut. Karena dengan ruang yang fleksibel untuk menunjang berbagai aktivitas di dalam rumah.

Sumber: http://fahmimfatonidj.blogspot.com/2013/03/mengenal-arsitektur-rumah-tradisional.html

DAMPAK PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN

- Pengertian Pendidikan dan Kurikulum

Sebelum mengetahui apa dampak pengembangan kurikulum dalam pendidikan ini, setidaknya perlu mengetahui terlebih dahulu pengertian pendidikan dan kurikulum ini.

Pendidikan adalah suatu proses pembelajaran anak didik agar memperoleh suatu ilmu pengetahuan yang memadai dan berorientasi pada pengembangan anak didik dalam rangka memelihara dan meningkatkan martabat manusia dan budaya demi memuliakan Tuhan.

Pendidikan dilaksanakan sesuai dengan perkembangan anak. Kecepatan perkembangan masing-masing tidak selalu sama. Sehingga dalam hal ini tidak lepas dari perhatian pendidik. Pendidikan memberi perhatian kepada kemampuan masing-masing anak didik. Anak didik kita tidak sama dalam kemampuannya. Oleh karena itu pendidikan hendaknya melayani kebutuhan anak-anak yang begitu bervariasi.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didikpun akan dinamis sehingga tidak tersaing dalam masyarakat, karena memang masyarakat berubah berdasarkan kebutuhan itu sendiri.

Kurikulum juga sebagai pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya suatu tujuan. Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri mengahadapi kehidupannya, tentu hasil / output pendidikanpun akan mampu mewujudkan harapan. Tetapi jika tidak, kegagalan demi kegagalan akan terus menerus membayangi dunia pendidikan.

- Dampak Pengembangan Kurikulum

Setelah mengetahui pengertian pendidikan dan kurikulum tersebut, kesimpulannya, kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah atau pandangan hidup bangsa ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan itu kelak akan ditentukan oleh kurikulum yang digunakan oleh bangsa tersebut sekarang.

Kurikulum dapat memberikan sebuah hasil dari pendidikan atau pengajaran yang diharapkan karena ia menunjukkan apa yang harus dipelajari dan kegiatan apa yang harus dialami oleh peserta didik. Jika kurikulum di rubah, pastinya akan terdapat sebuah permasalahan yang akan terbeban.

Adapun, terjadinya pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.

Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti: politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.

Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang terlalu sering akan membawa dampak juga. Kurikulum pendidikan memang akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Konsekuensi logisnya adalah bahwa setiap negara tidak bisa hanya terpaku pada suatu kurikulum lama saja, karena boleh jadi kurikulum yang dipakai sudah kuno dan usang.

Namun hal itu bukan merupakan alasan untuk terus “bongkar-pasang” kurikulum. Apalagi dalam waktu yang singkat, hanya berselang beberapa tahun kurikulum sudah diganti lagi. Bukan tidak baik mengganti kurikulum yang ada. Image-nya akan baik jika kurikulum tersebut matang dan dapat mewakili semua keadaan dan kebutuhan pendidikan di wilayah tersebut. Jangan sampai justru sebaliknya. Penggantian kurikulum hanya akan membuat bingung peserta didik tentang hal apa yang mereka akan pelajari.

Pengembangan kurikulum secara terus-menerus juga berdampak pada pola pikir para peserta didik. Misalnya, orang-orang yang angkatan belajarnya menggunakan kurikulum lama cenderung lebih monoton dalam cara belajarnya. Mereka belajar dari pola-pola yang dianjurkan oleh para guru dan sebatas mendapatkan pengetahuan dari gurunya saja. Lain halnya dengan orang-orang cetakan KBK yang cenderung ingin mendapatkan info lebih daripada info yang mereka dapatkan dari gurunya. Hal ini hanya dampak kecil yang boleh dinilai agak baik apabila kurikulumnya dilaksanakan secara menyeluruh sehingga hanya dipengaruhi oleh satu kurikulum saja. Tapi dampak besar terjadi pada pola pikir orang-orang yang berada pada zaman peralihan, yaitu orang-orang yang merasakan semua kurikulum. Misalnya SD dengan kurikulum 1994, SMP dengan kurikulum 2004 dan KBK, KBK belum selesai sudah diganti KTSP. Tidak dapat dibayangkan bagaimana pola pikir yang berbekas pada mereka.

Selain itu tidak terjadi sinkronisasi antara kurikulum lama dengan yang baru. Tidak sedikit pun orang-orang yang sekolah dengan kurikulum lama tidak dapat bekerja karena standar pendidikan tersebut sudah tidak berlaku lagi. Sehingga terpaksa mereka harus sekolah kembali untuk dapat menyesuaikannya. Dan entah apalagi yang akan terjadi dimasa mendatang sebagai korban dari pergantian kurikulum yang tidak terstruktur.

Semua hal tersebut menunjukkan tidak terstrukturnya pembentukan kurikulum yang ada. KBK yang baru setengah jalan diganti dengan KTSP. Padahal apabila satu kurikulum yang ada diimplementasikan secara menyeluruh akan membuahkan hasil yang baik pula. Sebenarnya yang dibutuhkan bukan penggantian sistem kurikulum, melainkan penyempurnaan (revisi) kurikulum. Cukup 1 kurikulum saja, dengan catatan dapat mewakili semua hal dan kebutuhan pendidikan di wilayah tersebut dan akan terus disempurnakan sejalan dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan tujuan-tujuan yang belum tercapai di masa lalu.

Tanpa disadari perubahan ini membawa dampak negatif terhadap siswa karena perubahan ini tidak disepakati terlebih dahulu dan cenderung dipaksakan.

Jika perubahan kurikulum ini tetap dilaksanakan, mungkin banyak siswa atau para wali murid yang akan terbebankan. Hal ini disebabkan karena memicu banyak persyaratan diantaranya harus membeli buku baru untuk memenuhi persyaratan tersebut. Adapun penambahan jadwal dan jam pelajaran yang semakin panjang, dan itu harus dipersiapkan betul-betul.

Sehingga dapat diketahui kurikulum sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar siswa. Jika kurikulum tetap dilaksanakan tapi seorang pendidik tidak dapat bekerja dengan pasti, itu tidak akan membuahkan hasil. Sebelum perubahan kurikulum dilaksanakan sebaiknya seorang guru dapat diketahui kemampuannya akan perubahan kurikulum baru. Jika memang mampu, maka tidak perlu diperlukan lagi untuk melaksanakan perubahan itu. Terdapat fungsi dan peran pengembangan kurikulum yang dapat kita ketahui.

Sumber:
o Paul Suparno, SJ, R. Rohadi, G. Sukadi dan St. Kartono, Reformasi Pendidkan, Yogyakarta : Kanisius, 2006
o Dr. Abdullah Idi, M.Ed., Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Yogyakarta : Ar-ruzz Medra, 2007
o Nugroho, Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Berbasis Stakeholders, 2008
( Terangkum dalam, http://indriatisukorini.wordpress.com/2009/03/16/indryktp08-6/)
o Chamisijatin, Lisa, dkk. 2008. Pengembangan Kurikulum SD. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
o Cienurani. 2008. Revisi Kurkulum. (http://cienurani.blog.com/ diakses pada tanggal 20 Nopember 2008).
o Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
o Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengembangan Kurikulum (http://istpi. wordpress.com/2008/10/27/pengembangan-kurikulum/ diakses pada tanggal 20 Nopember 2008).
o ———-. 2008. Pengertian Kurikulum. (http://akhmadsudrajat.wordpress .com/2008/07/08/pengertian-kurikulum/ diakses pada tanggal 20 Nopember 2008).
(Terangkum dalam, https://sites.google.com/site/putraandesnata/faktor-yang-mempengaruhi-pengembangan-kurikulum)
http://zulfaidah-indriana.blogspot.com/2013/02/perubahan-kurikulum-pendidikan-di.html
http://mahaniulfa.blogspot.com/2012/12/dampak-kurikulum-baru-untuk-masa-depan.html
http://daratunisa.wordpress.com/kurikulum-pendidikan-indonesia/

Sabtu, 05 Juli 2014

PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgomcVi9OZRpRfLyoxIahS-q8wISAmSCQD0Gf9zy5XjTWb44xMQr_pVi3BKihtkWoyhoNwwVU1LX6VoI5RNe_vr5ah5fAErAY86fmuii2Rruwk8XJM_OB4LPBHk_h3hvTGTDQEBAG5E9R4/s1600/Charles-Allen-Prosser-Vocational.JPG

Dr. Charles Allen Prosser (1871-1952) adalah seorang praktisi dan akademisi Amerika Serikat yang sering dianggap sebagai bapak pendidikan kejuruan, terutama di Amerika. Prosser juga adalah seorang guru Fisika dan Sejarah di New Albany High School dan mendapatkan gelar PhD dari Columbia University. Di kalangan akademisi pendidikan vokasi dan kejuruan di Indonesia, Prosser cukup dikenal sebagai penyusun 16 Prinsip Pendidikan Vokasi atau sering juga disebut sebagai 16 Dalil Prosser.

Prosser yakin bahwa sekolah harus membantu para siswanya untuk mendapatkan pekerjaan, mempertahankan pekerjaan tersebut dan terus maju dalam karir. Prosser yakin bahwa harus ada sekolah vokasional untuk publik sebagai alternatif terhadap sekolah umum yang sudah ada. Sekolah vokasional yang dimaksud adalah sekolah yang menyediakan pelajaran untuk berbagai jenis pekerjaan yang ada di industri. Prosser percaya bahwa pendidikan vokasional di jenjang sekolah menengah atas akan mampu menjadikan para siswa lebih independen.

Prosser terkenal dengan prinsip-prinsipnya dalam pendidikan vokasional. Versi asli berbahasa Inggris dari 16 poin tersebut berasal dari buku "Vocational Education in a Democracy" (Prosser & Quigley, 1950). Berikut terjemahannya yang dikutip dari materi kuliah Prof. Herminarto Sofyan dari Universitas Negeri Yogyakarta.
  1. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.
  2. Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
  3. Pendidikan kejuruan akan efektif jika melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.
  4. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.
  5. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang mendapat untung darinya.
  6. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berpikir yang benar diulang-ulang sehingga sesuai seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya.
  7. Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan.
  8. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.
  9. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.
  10. Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai).
  11. Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut.
  12. Setiap pekerjaan mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain.
  13. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan.
  14. Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.
  15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika luwes.
  16. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.
Sumber dari :

PENGERTIAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN



Pendidikan Teknologi dan Vokasi atau Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) yang dalam istilah berbahasa Inggris Technical and Vocational Education, menurut UNESCO Convention on Technical and Vocational Education, bermakna "... merujuk pada segala bentuk dan jenjang dalam proses pendidikan yang melibatkan pengetahuan umum, studi teknologi dan sains terkait, serta penguasaan ketrampilan praktik, pengetahuan, perilaku dan pengertian terkait pekerjaan dalam berbagai sektor ekonomi dan kehidupan sosial". PTK dapat disediakan oleh "... institusi pendidikan atau melalui program kerjasama yang diselenggarakan bersama oleh institusi pendidikan di satu pihak dengan berbagai pihak yang terkait dunia kerja dari industri, pertanian, komersial, dll".

Jadi, PTK adalah suatu bidang yang sangat luas karena bisa melibatkan berbagai pihak mulai dari institusi pendidikan (dan pelatihan), bisa yang berstatus negeri atau swasta, bisa berada dibawah kementrian/dinas pendidikan atau instansi teknis lain, bisa pula diselenggarakan oleh satu pihak atau kerjasama dua atau lebih pihak, bisa pula berbentuk pendidikan durasi panjang atau pelatihan durasi pendek.

Di Indonesia bisa berbentuk SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), MAK (Madrasah Aliyah Kejuruan), Politeknik atau Sekolah Tinggi atau Akademi (dalam bentuk Program Diploma), BLK (Balai Latihan Kerja) yang dimiliki oleh pemerintah namun dikelola oleh instansi terkait, bisa pula dalam bentuk pendidikan profesi (seperti yang dikelola oleh asosiasi akuntan, dokter, advokat, dll), atau bahkan kursus-kursus ketrampilan tertentu (seperti komputer, mengemudi, juru ledak, juru las, dll). Belum terhitung ratusan perusahaan swasta (dan juga negeri) yang melaksanakan berbagai bentuk pelatihan (atau training) berbentuk public, in-house atau in-company. Ada pula istilah Sekolah Vokasi yang dikembangkan oleh perguruan tinggi seperti UGM yang pada dasarnya menyelenggarakan program Diploma.

Kesemuanya masuk dalam ranah PTK. PTK adalah suatu bidang keilmuan yang sangat luas dan bersifat practical dan open. Bidang ini juga bersifat multi disiplin karena selalu tidak bisa berdiri sendiri namun melibatkan banyak bidang keilmuan lain. Bidang ilmu dasarnya adalah kependidikan, namun ketika masuk kedalam salah satu bidang vokasi (berkaitan dengan pekerjaan spesifik tertentu), maka bidang keilmuan lain juga akan terlibat secara erat. Bidang ilmu lain yang akan selalu terkait meliputi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) atau occupational health, manajemen sumber daya manusia (human resorce management) dan tentu saja bidang pendidikan karakter atau etos kerja.

Bidang ini masih sangat langka dikembangkan di Indonesia, namun dalam banyak perguruan tinggi, PTK tercakup atau disinggung dalam bidang keilmuan Manajemen khususunya Manajemen SDM. Namun dunia pendidikan tinggi jurusan kependidikan juga turut berperan penting karena mulai memasukkannya kedalam jurusan khusus yaitu PTK.

Di Indonesia, PTK diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional dimana pendidikan teknologi & kejuruan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
(1) Pendidikan Kejuruan: pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
(2) Pendidikan Profesi: pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
(3) Pendidikan Vokasi: pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.

Sumber: