Artikel 08 Jan 2009
Menyikapi Anak Bolos Sekolah
JAKARTA-- Pemandangan anak-anak yang membolos dari sekolah pada jam pelajaran tampaknya tak asing lagi. Seperti terlihat di sebuah warung internet (warnet) pada pukul 10.00 di kawasan timur Jakarta yang penuh dengan anak-anak usia sekolah dasar (SD) dan menengah pertama (SMP).
Sebagian anak melepaskan seragam sekolah mereka, tampak asyik bermain game online. Tangan dan mata mereka tidak lepas-lepas dari layar dan keyboard komputer.
MENARIK: Siswa perlu diajak dalam kegiatan belajar
mengajar yang menarik minat, sehingga dapat menekan angka membolos
Salah seorang siswa kelas 4 SD, Adi mengaku bermain game online diwarnet karena masuk siang. Hal serupa dinyatakan oleh Rizal teman sekelas Adi. "Masuk siang, jadi main game dulu," ungkap Rizal.
Sebagai pengisi waktu luang rasanya bermain game di warnet tidak tepat. Apalagi jika bermain game di warnet sampai harus bolos seperti yang dilakukan Evin dan Taufik siswa kelas 3 SMP di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
"Habis bete di sekolah. Tidak enak," kata Evin. Sungguh mengagetkan bukan? Bahkan ketika ditanya tidak takut dimarahi orang tua karena membolos, dengan entengnya mereka menjawab, "Kan tidak ketahuan".
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi mengatakan kebiasaan anak menghabiskan waktu luang atau membolos saat jam sekolah salah satunya disebabkan karena pelajaran atau kegiatan di sekolah tidak menarik.
"Kalau diperhatikan, anak-anak akan berteriak bahagia ketika mendengar bel istirahat atau bel pulang sekolah," ungkap Kak Seto, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Lebih lanjut Kak Seto mengatakan, para akedimisi seharusnya lebih memperhatikan kegiatan yang menarik di sekolah sehingga perhatian anak akan fokus pada kegiatan positif di sekolah.
Dia menunjuk, sekolah negeri dan perangkatna yang masih kurang maksimal dalam mengajar kreatif. Bahkan Kak Seto menegaskan, belajar bukanlah kewajiban melainkan hak anak.
"Banyak guru yang tidak melihat proses kreativitas anak. Padahal tipe kecerdasan dan gaya belajar anak yang satu dengan yang lainnya berbeda, tapi semuanya disama ratakan. Ini yang membuat anak tidak betah ada di ruang kelas," paparnya.
Bermain game di komputer dengan waktu yang lama mengakibatkan anak menjadi pribadi yang tidak peduli dengan lingkungan. Hal tersebut disampaikan oleh sekretaris jenderal Yayasan Cinta Anak Bangsa, Iskandar Hukom.
"Anak-anak terpaku pada layar monitor, kehidupan sosial mereka terganggu karena mereka sibuk dengan permainan yang ada di komputer," ungkap Iskandar Hukom.
Dampak yang timbul akibat kebiasaan anak bermain game di komputer dalam waktu yang lama bukan saja mengganggu aktivitas belajar mereka tapi juga mereka tidak memiliki fighting spirit. Menurut Iskandar Hukom keadaan ini disebabkan kebutuhan anak bertarung sudah dipenuhi dengan bermain game. "Mereka jadi tidak punya sifat kompetitif dan tantangannya nol," imbuhnya.
Perlu Perhatian Orang Tua
Untuk
meghindari hal-hal yang buruk dimungkinkan dari kegiatan membolos, Kak Seto
menekankan pada sistem pendidikan yang harus bisa melihat dan memproses
kecerdasan masing-masing anak. "Kecerdasan anak berbeda, sehingga
pendekatannya pun berbeda," kata Kak Seto.
Dia menuturkan, alternatif home schooling merupakan salah satu pilihan agar anak dapat berkembang sesuai kemampuan yang dimiliki dan kegiatan belajar menjadi hal yang menarik. "Pengalaman saya anak-anak yang home schooling merasa senang dengan belajar. Ketika ditanya apa yang mereka gemari, jawabannya adalah belajar," imbuhnya.
Kak Seto juga menekankan akan kebutuhan anak memiliki lahan bermain yang luas dan terbuka. Dia menyayangkan sudah sangat sedikit sekali lahan terbuka untuk bermain. Padahal dengan bermain di lahan terbuka pikiran dan tubuh mereka akan lebih fresh. Selain itu kegiatan sosial dan solidaritas mereka dapat terbangun.
Iskandar Hukom mengamini hal tersebut. Menurutnya dengan bermain game di komputer berlama-lama fisik anak akan terganggu.
"Mata mereka harus menatap layar komputer berjam-jam, selain itu mereka juga tidak ada pergerakan," ungkapnya. Oleh karena itu penyediaan lahan terbuka memang sangat dibutuhkan agar anak bisa bermain dengan cara yang menyenangkan tapi juga memiliki dampak yang positif.
Lebih lanjut dia mengatakan kontrol orang tua harus lebih ditingkatkan. Menurutnya orang tua harus punya aturan yang tegas.
"Saya tidak pernah meletakkan komputer di dalam kamar anak-anak, biar saya bisa mengontrol apa yang mereka lakukan dengan komputer. Selain itu saya tidak memperbolehkan mereka membeli kaset-kaset game apalagi yang berunsur kekerasan," paparnya. (cr1/ri)
Dia menuturkan, alternatif home schooling merupakan salah satu pilihan agar anak dapat berkembang sesuai kemampuan yang dimiliki dan kegiatan belajar menjadi hal yang menarik. "Pengalaman saya anak-anak yang home schooling merasa senang dengan belajar. Ketika ditanya apa yang mereka gemari, jawabannya adalah belajar," imbuhnya.
Kak Seto juga menekankan akan kebutuhan anak memiliki lahan bermain yang luas dan terbuka. Dia menyayangkan sudah sangat sedikit sekali lahan terbuka untuk bermain. Padahal dengan bermain di lahan terbuka pikiran dan tubuh mereka akan lebih fresh. Selain itu kegiatan sosial dan solidaritas mereka dapat terbangun.
Iskandar Hukom mengamini hal tersebut. Menurutnya dengan bermain game di komputer berlama-lama fisik anak akan terganggu.
"Mata mereka harus menatap layar komputer berjam-jam, selain itu mereka juga tidak ada pergerakan," ungkapnya. Oleh karena itu penyediaan lahan terbuka memang sangat dibutuhkan agar anak bisa bermain dengan cara yang menyenangkan tapi juga memiliki dampak yang positif.
Lebih lanjut dia mengatakan kontrol orang tua harus lebih ditingkatkan. Menurutnya orang tua harus punya aturan yang tegas.
"Saya tidak pernah meletakkan komputer di dalam kamar anak-anak, biar saya bisa mengontrol apa yang mereka lakukan dengan komputer. Selain itu saya tidak memperbolehkan mereka membeli kaset-kaset game apalagi yang berunsur kekerasan," paparnya. (cr1/ri)
Sumber:
Tinjauan
Berdasarkan Landasan Sosiologi Dan Antropologi Pendidikan
Berdasarkan
materi-materi Bab Landasan Sosiologi Dan Antropologi Pendidikan (Drs.Tatang
Syaripudin, M.Pd.:121), yakni antara lain
Antara individu,
masyarakat dan kebudayaannya tak dapat dipisahkan. Di dalam masyarakat terdapat
struktur sosial, dimana setiap individunya mempunyai kedudukan (status) dan
peranan (role) tertentu. Kemudian, seseorang dikatakan melaksanakan peranannya
jika ia melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan statusnya. Jika, seseorang
tidak sesuai dengan sistem nilai dan norma atau kebudayaan masyarakatnya, maka
ia dipandang melakukan penyimpangan tingkah laku atau penyimpangan sosial.
Terhadapnya masyarakat akan mengucilkannya, bahkan melakukan pengendalian
sosial. Terhadap generasi mudanya, masyarakat antara lain melakukan apa yang di
dalam sosiologi disebut sosialisasi atau apa yang di dalam antropologi disebut enkulturasi.
Pendidikan inilah dilaksanakan sebagai upaya untuk peserta didik mampu hidup
bermasyarakat dan berbudaya. Sehingga pada hakikatnya pendidikan meliputi
sosialisasi dan enkulturasi.
Kemudian,
pranata sosial merupakan suatu sistem peran dan norma atau perilaku terpola
yang saling berhubungan dan terorganisir di sekitar pemenuhan kebutuhan dan
fungsi sosial yang penting oleh suatu masyarakat untuk memenuhi berbagai
kebutuhan dasarnya. Lalu, jenis-jenis pranata sosial meliputi pranata ekonomi,
politik, agama, pendidikan, dsb. Untuk pranata pendidikan merupakan salah satu
pranata sosial dalam rangka proses sosialisasi dan/atau enkulturasi untuk
mengantarkan individu ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, serta
menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat dan kebudayaannya. Dalam rangka
pendidikan, terjadilah proses pendidikan. Proses pendidikan ini berlangsung di
berbagai lingkungan/lembaga tersebut ada yang bersifat informal, formal dan
nonformal.
Untuk itu kesimpulan tinjauan yang dapat
diambil jika mengambil permasalahan seperti membolos sekolah ini adalah
Berdasakan
interaksi antara peserta didik atau siswa sebagai manusia, masyarakat dan
kebudayaannya berkaitan erat. Siswa yang berinteraksi di lingkungan sekolah dan
menerima nilai-nilai kebudayaan sekolah maupun masyarakat akan melakukan tindakan
membolos sebagai pelaggaran tersebut karena tidak melaksanakan hak dan kewajibannya
dengan status dan peranannya. Dalam pencapaian tersebut inilah terjadi
interaksi sosial. nteraksi sosial peserta didik atau siswa dalam masyarakat
dimana untuk meningkatkan perikehidupan masyarakat yang semakin meningkat
dllakukan pelanggaran dengan cara membolos tersebut. Berbagai aturan, nilai,
norma dan lain sebagainya yang dirasa begitu melelahkan untuk dilakukan, akan
lebih baik untuk tidak dilakukan.
Penerapan sosialisasi,
dalam tindakan sosial ini dalam pendidikan agar dapat mencapai sosialisasi masyarakat
yang sesuai status dan peranannya terhadap nilai-nilai masyarakat. Adapun, pelanggaran
ini dimana tidak sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan masyarakat dapat terjadi
karena berbagai faktor. Selain dari karena siswa merasa nilai-nilai budaya tersebut
bukan merupakan bagian dirinya dapat pula karena penerapan berbagai sistem
pendidikan yang tidak sesuai atau dapat dikatakan pranata sosialnya. Pranata sosial
dimana menerapkan sistem peran dan norma
sosial yang saling berhubungan dalam pemenuhan kebutuhan dan fungsi sosial ini
yang penting. Untuk tindakan membolos ini dapat diambil contoh terhadap pranata
pendidikannya untuk menjadi anggota masyarakat yang diharapkan.
Lebih lanjut,
dalam pranata pendidikan dimana dilakukan proses pendidikan di berbagai
lingkungan ini terdapat berbagai sifat pula. Meliputi, pendidikan informal,
fomal dan nonformal. Untuk pendidikan informal dalam keluarga yang menerapkan
berbagai pola perilaku sepanjang hidup ini tentu untuk menjadikan anggota masyarakat
yang baik. Begitupun dalam masyarakat pula.
Hanya saja bertambah untuk dapat meletarikan nilai-nilai budaya masyarakat.
Kemudian, pendidikan formal yakni sekolah. Jalur pendidikan yang telah terstruktur
dan terorganisir ini untuk mewujudkan aktivitas khas dan perilaku berpola masyarakat
dengan mencakup berbagai kedudukan dan peranan. Kemudian yang terakhir,
pendidikan nonformal yakni lembaga pendidikan, kursus ataupun pelatihan.
Dimana, jalur pendidikannya dapat terstruktur dan terorganisir dengan tujuan untuk mengembangkan berbagai
potensi dalam hal pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikapnya.
Sehingga, apabila siswa dapat mengikuti berbagai pranata sekolah tersebut
dengan baik maka tindakan membolos tidak terjadi. Namun, sebaliknya jika tidak,
siswa tentu tidak akan merasakan manfaatnya.
Pelanggaran
membolos sekolah ini karena belum tercapainya penerapan nilai-nilai kebudayaan
masyarakat. Nilai-nilai kebudayaan yang tentu saja mengarah pada
pendidikan ini jika tercapai tujuannya
tidak akan terjdi pelanggaran tersebut. Untuk itu telah menjadi tugas pranata sosial
untuk menerapkan pola pendidikannya sehingga menerapkan siswa mencapai perilaku
yang diharapkan. Akan tetapi, perkembangan sikap yang mekipun telah diarahkan
belum tentu diterapkan oleh siswa itu sendiri.
Hal ini dapat
terjadi karena siswa meraa ketidaksesuaian nilai dan norma mayarakat baik itu
keluarga, sekolah maupun masyarakat terhadap dirinya. Oleh karena itu, siswa
menerapakan nilai-nilai ataupun aturan sesuai dengan keadaan dan situasi
dirinya. Dengan berbagai dukungan lingkungan sekitar meliputi tersedianya
berbagai alat untuk mencapai pelanggaran tersebut semakin mudah pula ia untuk
menghindari nilai dan norma kebudayaan masyarakat terebut. Dukungan ini
meliputi sistem pranata pendidikan yang tidak sesuai sehingga menimbulkan permasalahan
perkembangan kedaaan peserta didik hingga di lingkungan mayarakat tersedianya
lahan yang mendukung meliputi tersedianya warnet dimana siswa dapat dengan bebas
melakukan game online di saat jam sekolah. Maka terbentuklah pelanggaran
tindakan sosial ini.
Dan tentu saja
telah menjadi tugas guru untuk dapat mendorong siswa untuk keluar dari tindakan
pelanggaran sosial ini. Guru ini sebagai salah satu penghubung antara
pendidikan dengan masyarakst dan kebudayaanya terhadap siswa. Sehingga, tindakan
membolos sekolah ini dapat dicegah.
Kemudian lebih
lanjutnya lagi, peserta didik atau siswa yang merupakan makhluk sosial dimana
menerapkan interaksi sosialnya pada lingkungan sekitarnya perlu diarahkan.
Dengan pengarahan dan bimbingan yang baik, siswa dapat menyesuaikan dengan
nilai, norma dan aturan kebudyaan masyarakst itu sendiri. SIfat makhluk sosial
yang saling berinteraksi dengan lingkungannya ini dapat terarah menuju nilai
kebaikan hingga sesuai dengan tujuan pendidikan dan tujuan sosialisasi masyarakat
itu sendiri.
Untuk itu diterapkanlah
proses belajar sosial. Proses belajar sosial ini dilakukan sebagai upaya untuk
memperbaiki tindakan pelanggaran membolos sekolah tersebut. Proses belajar sosial
ini salah satunya dengan cara memberikan hukuman ataupun sanksi, proses
peniruan tingkah laku, pemberian ceramah dan mengajarkan dimana membolos sekolah
itu tidak perlu dilakukan. Kemudian, proses belajar menempatkan diri dan
memberikan ganjaran sebagai upaya lain untuk menghindarkan ataupun mencegah
dari tindakan ini. Dan tentu aja hal ini perlu dilakukan secara terus-menerus sehingga,
siswa menjadi terbiasa dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
1 komentar:
artikelnya sangat bagus, memang banyak fakor faktor kenakalan siswa di sekolah mulai dari faktor lingkungan keluarga maupun faktor di lingkungan sekolah, kami punya solusi agar guru maupun ortu bisa memnatau kehadiran siswa di sekolah, silahkan kunjungi website kami ABSENSI SISWA
Posting Komentar